selamat datang di rumah sederhana saya. mari bersama berusaha mengumpulkan hikmah yang terserak di antara semesta kehidupan, dalam upaya menyadarkan diri bahwa kita hanyalah manusia.
Posted by SHANDY on 10:14


Rumah. Tempat labuhan hati bagi setiap anggota keluarga. Kesan yang ditimbulkan dari suasana rumah amat besar pengaruhnya pada kejiwaan masing-masing. Apalagi jika inni diterapkan terus-menerus selama bertahun-tahun, maka akan ikut membentuk watak, dan kepribadian penghuninya. Home sweet home, siapa sih yang nggak kepingin ???





Rasulullah saw sendiri pernah bersabda “baiti jannati”. Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 21 melukiskan 3 dimensi kebahagiaan dalam keluarga : sakinah, mawaddah, dan rohmah. 1. Sakinah. Dimana anggota keluarga hidup dalam keadaan tenang dan tenteram, seia sekata, seayun selangkah, ada sama dimakan kalo tidak ada sama dicari. 2. Mawaddah. Kehidupan anggota keluarga dalam suasana kasih -mengasihi, butuh-membutuhkan, saling menghormati, 1 sama lain. 3. Rahmah. Pergaulan anggota keluarga yang suasananya saling menyayangi, cinta mencintai sehingga kehidupannya diliputi rasa kasih sayang.

Akan tetapi tidak jarang terjadi sebaliknya, rumah bagai neraka di dunia, tidak ada kebahagiaan, selalu ditiup badai pertengkaran dan percekcokan bahkan terjadi broken home. Kalau sudah begini semua pihak saling menyalahkan. Tidak pernah ada kata terlambat untuk sebuah perbaikan. Kita bisa memulai menciptakan suasana rumah yang indah dari diri kita sendiri. Tidak ada yang lebih bertanggung jawab dalam membentuk suasana rumah menjadi seperti surga kecuali diri kita sendiri.

“Apabila ALLAH menghendaki suatu rumah tangga yang baik (bahagia) diberikanNya kecenderungan menghayati ilmu-ilmu agama, yang muda menghormati yang tua, harmoni dalam kehidupan, hemat dan hidup sederhana, emlihat (menyadari) aibnya dan kemudian melakukan taubat. Jika ALLAH menghendaki sebaliknya, maka ditinggalNya mereka dalam kesesatan. “ (HR. Dailami dari Anas ra)

Dari hadits ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa syarat membentuk baiti jannati ada 5, diantaranya :

1. Menghayati ilmu-ilmu agama dan mengamalkannya.

“Barangsiapa yang menginginkan akhirat harus dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan dunia harus dengan ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, harus dengan ilmu pula.” “Ilmu tanpa amal lumpuh, amal tanpa ilmu buta.”Sudahkah kita mengislamisasikan rumah kita? Rumah yang mendapatkan cahaya Ilahi : rumah yang dihiasi dengan sholat dan membaca Al-Qur’an. Ibnu Mas’ud berkata : “Sesungguhnya rumah yang paling kosong dari barokah : rumah yang didalamnya tidak dibacakan sedikitpun dari Al-Qur’an, rumah tersebut menyerupai rumah roboh yang tidak ada penghuninya.”Ketidakmampuan membaca al-Qur’an kini tidak lagi bisa dijadikan alasan, sebab sudah banyak kaset-kaset, CD-ROM, stiker-stiker islami atau poster-poster. Atau jadikan diri anda sebagai alat dakwah dengan mengajak nonton acara Kajian Islam di teve, misalnya. Ingat lingkungan yang islami akan mendorong penghuninya untuk bersikap islami pula.


2. Mempunyai akhlak dan kesopanan

Melongok polling Deteksi pada 15/10, dari 384 siswa SMU, 88,3 %nya pernah ngambek dengan ortunya , 24,5% karena beda pendapat, 16,8 % karena dimarahi dam 15%nya karena tidak di beri uang. Dari 339 siswa yang pernah ngambek itu, 63,7% mengaku sewot pada ibu dan sisanya kepada ayah. Lama ngambek berkisar antara 1 hari sampai dengan 3 bulan. MasyaAllah. Padahal islam senantiasa mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua kita (46;15).

Sebagaimana hadits Rasulullah saw yang berbunyi :“Yang muda hendaknya menghormati yang tua, yang tua hendaknya mencintai yang muda.”

“Yang paling baik diantaramu sekalian : yang paling baik terhadap keluarganya. ”Islam mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua kita (46;15 / 31;14 / 17; 23 – 24), dll.

Kasih sayang Rasulullah pada para wanita yang pernah menjadi ibu susuannya tercemin pada kata-kata dan sikap beliau. Misalnya, kepada Ummu Aiman, bekas khadimat ibu Rasulullah, beliau selalu memanggil dengan panggilan mesra, “Ya… Ummi…” Kepada Fatimah binti As’ad bin Hisyam (istri pamannya) ketika wafatnya, Rasulullah memakaikan gamisnya dan berbaring sejenak di sisi jenazah dan berkata, “Tidak ada yang menyayangi aku selain dia dan Abu Thalib. ”Kepada Halimah Sa’diyah beliau pernah tergesa-gesa menggelar sorbannya sebagai alas beliau duduk.

Lalu, bagaimana dengan ortu kita yang menghalangi kita menunaikan perintah Allah? Islam telah menjawabnya dalam QS. 31; 15. Melalui kisah Nabi Ibrahim dan ayahnya (21;51-56/ 19;46-48) serta kisah Mush'ab bin Umair dan ibunya, shingga keluarlah ucapannya “Demi Allah, ketahuilah wahai Bunda…seandainya Bunda mempunyai 100 nyawa, lalu keluar satu per satu, maka tidaklah ananda akan meninggalkan agama ini walau ditukar dengan apapun. Terserahlah kepada Bunda, apakah Bunda mau makan atau tidak.” Tatkala ibunya menyiksanya tanpa henti, ia berkata, “Ibu, betapapun Ibu menyiksa kami, tidak sedikitpun kami berbalik dari keimanan kami. Dan yakinlah Ibu, bahwa Rasulullah saw telah menerima wahyu dari Allah , Rabb kita, Rabbul ‘alamin (dikutipnya QS. 31;14-15). Percayalah wahai Ibu, di dunia ini kami tetap harus berbuat baik kepada Ibu, karena hal ini diperintahkan dalam Islam. Ibu telah mengandung, menyusui, dan mengasuh kami dengan susah payah. Dan kami akan senantiasa berterima kasih.

”Adapun kecintaan pada yang muda, tampak pada kisah wafatnya Ibrahim (putra Rasulullah saw), beliau meneteskan air mata sehingga basah jenggotnya, ketika para sahabat bertanya, beliau menjawab, “Ini rahmat yang dijadikan Allah di dalam hati hamba-hambaNya, sesungguhnya Allah mengasihi di antara hati hamba-hambaNya yang pengasih.” Kepada Fatimah, beliau selalu menunjukkan perhatiannya. Jika Fatimah datang menemui beliau, beliau menyambut, dan memeluknya, memegang tangannya serta mendudukkannya di samping beliau. Saat Rasulullah hampir menemui ajalnya, Fatimah datang menjenguk, beliau tetap datang menyambut Fatimah dan menghiburnya. Kepada cucu-cucu beliau, beliau pernah berkata “Sebaik-baik tunggangan adalah tungganganmu berdua” manakala mereka menaiki punggung beliau saat beliau sedang sujud.


3. Harmoni dalam keluarga

Ciptakanlah rasa kasih sayang, saling pengertian, saling menerima, menghargai, mempercayai dalam keluarga. Menciptakan suasana kebersamaan amat penting agar tercipta harmoni. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan berusaha meringankan beban mereka. Kisah kedua anak Nabi Syuaib misalnya, mereka memberikan bantuan kepada ayahnya saat sang ayah minta ataupun tidak (untuk menggembala ternak, lihat 28;23), atau kisah anak Nabi Yaqub yang mencari bahan makanan ketika terjadi paceklik (12;58-63). Kita perlu berbagi tugas, dan harus berlapang dada dalam pelaksanaan hak dan kewajiban (Deteksi Japos 31/8 dari 373 mahasiswa, hanya 55,3 % yang dekat dengan saudara, diantara penyebab pertengkaran diantara mereka adalah masalah tugas rumah dan beda pendapat). Maka, perlu dibiasakan menyisihkan sedikit waktu untuk ngobrol dengan keluarga. Saling terbuka dalam anggota keluarga memungkinkan timbulnya pengertian dan sikap menghargai.


4. Hemat dan hidup sederhana

Sebuah keluarga yang menjadikan tujuan hidup sehari-hari : menuntut kesenangan lahiriah saja, maka ibarat orang minum air laut (semakin diminum semakin haus). Kebiasaan memboroskan harta tanpa peduli manfaat atau mudharat, membuat manusia semakin akrab dengan syaitan. Akhirnya, sekalipun harta melimpah masih terasa kurang juga.


5. Menyadari cacatnya sendiri dan bertaubat

Ibarat pepatah, kuman di seberang tampak, gajah di pelupuk mata tidak nampak. Sebuah peribahasa yang layak diwaspadai. Adakah hal itu menghinggapi diri kita? Menyadari kesalahan diri sendiri dan berusaha untuk memperbaikinya menjadikan kita jauh dari penyakit riya’ dan takabbur (merasa dirinya paling benar) serta menghantarkan kepada sikap mudah memaafkan dan meminta maaf.


“ Manfaatkanlah 5 sebelum datangnya yang 5, masa mudamu sebelumdatang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, masa hidupmu sebelum datang masa matimu, masa luangmu sebelum datang masa sempitmu. “ (HR. Baihaqi)


Wallahu a’lam bish showab.

0 comments:

Search