selamat datang di rumah sederhana saya. mari bersama berusaha mengumpulkan hikmah yang terserak di antara semesta kehidupan, dalam upaya menyadarkan diri bahwa kita hanyalah manusia.
Posted by SHANDY on 21:24


Sejak beberapa hari menjelang Ramadhan, sampai memasuki hari2 awal Ramadhan sekarang, banyak sekali orang-orang yang bermaafan, baik melalui sms, FB, dan lain sebagainya.



Pada umumnya mereka mendasarkan tindakannya pada hadits tentang doa Malaikat Jibril As, yang berbunyi:

Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.

Do’a Malaikat Jibril itu adalah:
“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.



Namun orang2 yang menyebutkan hadits tersebut tidak pernah ada yang menyebutkan sanad dan perawi hadits. Padahal sanad dan perawi sangat penting untuk menilai apakah hadits tersebut bisa digunakan sebagai dalil atau tidak.


Dan setelah dicari-cari, ternyata memang hadits tersebut tidak ada di kitab-kitab hadits manapun. Ada yang menyebutkan hadits ini berasal dari Ibnu Khuzaimah. Padahal pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad (2/246, 254) ditemukan hadits berikut:


عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له : يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين قال الأعظمي : إسناده جيد

“Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hambar yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.”


Al A’zhami berkata: “Sanad hadits ini jayyid”.



Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407, 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).


Dari sini jelas bahwa hadits yang disebutkan di awal mengenai bermaafan bukanlah hadits dari Ibnu Khuzaimah ra, karena kandungannya sangat berbeda. Mungkin ada orang yang ingin membuat tradisi bermaafan sebelum Ramadhan, kemudian memelintir isi hadits ini untuk membuat pembenaran atas tindakannya. Atau mungkin ada orang yang salah mendengar dan menafsirkan hadits, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda dari asalnya.


Namun jelaslah, bahwa bermaafan sebelum Ramadhan, tidak ada dalil yang mendukungnya. Dengan demikian, tidak bisa dikategorikan sebagai sunnah apalagi kewajiban.


Wallahu a'lam bish shawab.

maraji': http://muslim.or.id/

2 comments:

fralfath said...

berarti tidak perlu ya..

SHANDY said...

iya Mel. yah, disini kan aku meninjau dari sudut hukum agama. dalam Islam, hal itu ga ada tuntunannya. jadi bukan hal yang wajib untuk dilakukan. seterusnya kembali kepada pribadi masing2.

Search